Jumat, 25 Januari 2013

TIGA UNIT HUTAN RAKYAT DI JATIM RAIH SERTIFIKASI PHBML

 Awal tahun 2013, tiga unit hutan rakyat di Jawa Timur telah maju untuk ikut penilaian Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML). Kegiatan ini berskema Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dengan panel pakar yang difasilitasi Kementerian Kehutanan melalui Pusat Standardisasi dan Lingkungan.
    Kepala Pusat Humas Kemenhut, Sumarto, Jumat (25/1) mengatakan, ada tiga Forest Management Unit (FMU) atau unit pengurusan hutan dalam kegiatan ini, meliputi FMU Kasreman Lestari Kabupaten Ngawi, FMU Giri Lestari, Kabupaten Ponorogo, dan Paguyuban Pelestari Hutan Rakyat (PPHR) Jati Mulya Lestari, Kabupaten Blitar.
    Untuk FMU Kasreman Lestari penilaian dilakukan pada 11 Januari, bertempat di Taman Rekreasi dan Pemandian Tawun di desa Tawun dan dihadiri oleh SKPD Kabupaten Ngawi, Camat, Kepala Desa, Kelompok Tani, LSM Persepsi, Penyuluh Kehutanan, Pusat Standisasi dan Lingkungan Kementerian Kehutanan dan PT. Mutu Agung Lestari (PT.MAL) sebagai lembaga sertifikasi.
    FMU Kasreman Lestari berlokasi di 8 desa yaitu Desa Tawun, Kiyonten, Gunungsari, Legukulon, Karang Malang, Pacing, Kwadungan Lor Kecamatan Padas dan Desa Kasreman. Luas hutan rakyat sebesar 649,536 Ha dan jumlah peserta sebanyak 3.002 KK. Adapun jenis tanaman adalah Jati, Mahoni, Akasia dan Gmelina. Sedangkan tanaman bawah tegakan yaitu Kunir, Temu, Kunci, Laos, Garut, Uwi dan Gembili.
    FMU kedua yakni FMU Giri Lestari, Kabupaten Ponorogo. Penilaian PHBML FMU Giri Lestari dilakukan pada 13 Januari  bertempat di Balai Desa Baosan Lor Kecamatan Ngrayun. Beberapa undangan yang hadir diantaranya Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementerian Kehutanan, Direktur Persepsi, Camat, Kepala Desa, Kelompok Tani Hutan Rakyat, LSM Persepsi, Penyuluh Kehutanan, Tim Penilai dari PT. Mutu Agung Lestari.
    FMU Giri Lestari berlokasi di 2 desa, yaitu Desa Baosan Lor dan Desa Baosan Kidul Kecamatan Ngrayun, dengan luas hutan rakyat sebesar 1.448,19 Ha, dan jumlah peserta sebanyak 7.438 KK. Sementara jenis tanaman yang dominan adalah Pinus, jenis tanaman lainnya adalah Sengon, Mahoni, Akasia, Kelapa, Jati, Cengkeh, sedangkan tanaman bawah tegakan berupa adalah kunyit, laos, temu lawak, temu plenyeh, temu batok, temu ireng, jahe, jangkilan.
    Sementara FMU ketiga, yakni Paguyuban Pelestari Hutan Rakyat (PPHR) Jati Mulya Lestari, Kabupaten Blitar. PPHR Jati Mulya Lestari berlokasi di 6 desa, yaitu Desa Sumbersih, Kaligambir, Sumberagung, Margomulyo, Bumiayu dan Desa Kalitengah, Kecamatan Panggungrejo, dengan luas hutan rakyat sebesar 805,270 Ha, dan jumlah peserta sebanyak 1.392 KK. Adapun jenis tanaman adalah Jati, Mahoni, Sengon dan Akasia.
    Dikatakannya, dalam proses penilaian oleh panel pakar, FMU menyampaikan paparan ajuan penilaian PHBML, selanjutnya tim panel pakar memberikan tanggapan, klarifikasi dan pertanyaan atas dasar dokumen ajuan dan hasil paparan dari penyaji, dilanjutkan dengan inspeksi lapangan. Tim panel pakar terdiri dari Teguh Yuwono,S.Hut, M.Sc (aspek produksi sebanyak 17 indikator), Ir. Djuwadi, MS (aspek sosial sebanyak 10 indikator), dan Ir. Wibowo Jatmiko (aspek ekologi sebanyak 3 indikator).
    Dari Hasil penilaian PHBML oleh tim pakar terhadap FMU. Ketiga FMU akhirnya dinyatakan lulus. Dengan kelulusan ini maka FMU Kasreman Lestari menjadi FMU ke 22 yang telah memperoleh sertifikat PHBML, FMU Giri Lestari menjadi ke 23 dan PPHR Jati Mulya Lestari menjadi ke 24.
Untuk diketahui, sertifikasi PHBML berfungsi membuka akses pasar bagi produk hutan rakyat, dapat memberikan harga jual yang relatif lebih tinggi di tingkat petani bagi produk-produk bersertifikat dari hutan rakyat, dan membuka akses perluasan hutan rakyat bagi kepentingan rehabilitasi lahan sekaligus peningkatan ekonomi masyarakat.
    Bagi pengelola hutan adat, sertifikasi LEI digunakan sebagai proxy lewat pengakuan pasar untuk memberikan pengakuan atas kemampuan masyarakat dalam mengelola hutannya. Dengan adanya pengakuan pasar, sertifikasi akan membantu upaya masyarakat adat dan pihak-pihak lain yang mendampinginya untuk meyakinkan pemerintah untuk mendapatkan hak kelola masyarakat adat ataupun bentuk pengakuan lain yang dapat memberi ruang yang cukup bagi masyarakat adat untuk dapat mengelola hutannya secara berkelanjutan. Pihak-pihak lain yang bergerak di bidang advokasi masyarakat adat dapat menggunakan sertifikasi untuk membantu upaya advokasi atas pengakuan hak kelola hutan adat. (jal)